Kekuatan Pikiran dalam Perjalanan Menjadi Seorang Ibu - TAWANITA
Headlines News :

Kekuatan Pikiran dalam Perjalanan Menjadi Seorang Ibu

Update TAWANITAKamis, 07 Juni 2012 | 23.46


Tawanita - Dari judul terlihat seperti sebuah karya ilmiah ya?? Hmm…. saya memang seorang mahasiswa, mahasiswa universitas terbuka lebih tepatnya, terbuka menerima info dari manaaaaa saja !!! hehehehe….

Ijinkan saya sedikit berbagi sedikit pengalaman saya menjadi seorang ibu. Saya jarang menonton acara TV mengenai motivasi. Entah kenapa minggu malam lalu mata saya tertumbuk pada sebuah acara TV yang menampilkan sosok Romy Rafael. Tidak seperti biasanya, kali ini bukan acara hipnotis yang dia bawakan. Dalam acara tersebut, sebagai pembicara terakhir (saya tidak sempat menonton pembicara sebelumnya) dia memaparkan tentang topik kekuatan pikiran. Dalam bidang hypnotherapy yang digelutinya, kekuatan pikiran memegang peranan penting dalam segala aspek kehidupan. Bahwa apapun yang dikatakan orang lain, percaya atau tidaknya kita, akan sangat dipengaruhi oleh pikiran kita sendiri. Begitupun juga dengan apa yang kita lakukan, apabila pikiran kita percaya mampu melakukan sesuatu, kita pasti bisa juga melakukannya. Itu intinya.

Dari paparan seorang Romy Rafael, tiba-tiba saya teringat sesuatu. Sedikit flashback, setelah melalui jenjang pernikahan, cita-cita saya menjadi seorang ibu semakin terbuka di depan mata. Dan benar, Allah berkenan mengabulkan do’a kami dengan memberikan dua orang anak, perempuan dan laki-laki. Cerita berikut mungkin akan memberikan sedikit gambaran bagaimana kekuatan pikiran bekerja penuh di diri saya dalam proses menjadi seorang ibu.

KEHAMILAN
Kehamilan saya yang sudah saya jalani selama dua kali tidak mengalami kendala berarti. Terinspirasi dari seorang teman yang harus beristirahat selama proses kehamilannya (bed rest) sampai mengharuskannya keluar dari pekerjaan, saya memberinya cerita tentang kedua kehamilan saya tersebut yang kemudian saya beri judul “Hamil juga bisa seru”. Saya belum berkenalan dengan kompasiana saat itu, sehingga cerita tersebut hanya saya posting di facebook dan saya beri tag untuk teman-teman yang sedang hamil. Tak disangka, tulisan ringan tersebut memberikan respon positif bagi teman-teman saya yang lain. Yang membahagiakan, teman saya yang aktif memprakarsai grup yang berisi info tentang seputar kesehatan anak dan permasalahannya yaitu “Smart Parenting”, ikut membantu share tulisan saya tersebut ke grupnya. Alhasil, jumlah friend di list FB saya pun membengkak hebat setelah itu.

Dalam kedua masa kehamilan yang saya jalani, saya memang berusaha untuk membuat rileks pikiran. Kehamilan itu begitu saya tunggu, dan saya tidak membiarkan orang lain atau situasi mengganggu saya. Niat untuk rileks itu memang tertancap kuat di otak saat vonis “positif hamil” dikumandangkan. Dan ajaib, dalam masa 9 bulan kehamilan, saya memang tidak mengalami gangguan berarti. Kalaupun ada gangguan atau hambatan, pikiran akan saya terbangkan ke bayi yang akan saya lahirkan nanti. Membayangkan betapa lucunya sang jabang bayi, membantu saya meredakan gangguan tersebut. Itu selalu yang ada dalam otak saya, dan sungguh, dalam 9 bulan dengan 2 kali masa kehamilan bisa dibilang berjalan sangat mulus dan lancar.

PERSALINAN

Kehamilan yang berjalan mulus ternyata tak berbanding lurus dengan proses persalinan. Kedua persalinan saya adalah proses yang membuat saya mengalami trauma. Dengan jarak antar kontraksi maju mundur selama 5-10 menit, dari pembukaan pertama sampai kesepuluh, saya menjalani kontraksi itu selama 30 jam!!! Alhamdulillah akhirnya anak bisa dilahirkan dengan proses normal walaupun ada tali pusat yang panjang melingkar di leher sebanyak 3 kali. Dari bidan yang membantu proses persalinan, saya menjadi tahu bahwa proses kelahiran anak pertama memang memakan waktu yang relatif lama, dikarenakan sang bayi harus mencari dulu jalan keluar untuk rahim, atau istilah lainnya, membuka jalan. Tapi tetap saja, 30 jam adalah rekor!!! Dan itu harus diberi tanda merah dalam medical record saya. Persalinan kedua, berdasarkan analisa dari bu bidan yang dipaparkan pada persalinan pertama, saya pikir tak akan memakan watu sekian lama untuk kontraksi, tapi ternyata….20 jam!!!. Sekali lagi saya berucap syukur pada Allah karena bisa melahirkan normal kembali tanpa tali pusat mengikat di leher bayi seperti sebelumnya. Proses persalinan pertama yang memakan waktu lama memang ada kemungkinan untuk berulang dalam persalinan berikutnya, begitu dokter mengemukakan alasannya.

Bila dihubungkan dengan kekuatan pikiran, saya memang menghendaki untuk melahirkan secara normal. Dari awal saya sangat menghindari melahirkan dengan jalan caesar. Info yang saya dengar dari teman, bahwa melahirkan secara caesar itu “enak sekarang, gak enak kemudian”. Artinya, proses melahirkan yang hanya memakan waktu paling lama 10 menit, ternyata harus ditanggung dengan rasa sakit yang muncul setelah efek bius menghilang dan juga penyembuhan luka di perut ibu yang memakan waktu tidak sebentar. Tapi satu alasan yang mendasari saya ngotot untuk melahirkan secara normal sangat klise, yaitu….biaya!! Dengan biaya tinggi ditambah tidak adanya asuransi dari perusahaan untuk penggantian biaya melahirkan, mengendalikan pikiran bawah sadar saya untuk kuat dan bertahan menjalani kontraksi selama 30 jam. Tuhan memang Maha Besar, saya mendapatkan tiket untuk melahirkan secara normal.

PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

Setelah gagal untuk memberikan ASI eksklusif pada anak pertama, saya bertekad untuk tidak gagal kedua kalinya. Dalam postingan saya yang berjudul “ASI perah bagi ibu bekerja : kenali LDR (Let Down Refleks)”, di situ saya tuturkan bagaimana kekuatan pikiran seorang ibu bekerja penuh dalam memperlancar pengeluaran kuantitas ASI. Dari pengalaman dan tulisan tersebut, secara dadakan saya didapuk menjadi konsultan gratisan bagi teman-teman yang ingin mengikuti jejak saya untuk sukses ASI eksklusif..

Ada satu cerita yang membuat saya sedih, seorang teman yang harus bekerja kembali saat masa cuti melahirkannya habis sampai putus asa dan merasa gagal menjadi ibu karena dia tak mampu memberikan ASI eksklusif seperti yang diharapkannya. Saat itu sempat terpikir dalam benak bahwa dalam proses ini, menjadi ibu rumah tangga jauh lebih mudah karena bisa menyusui kapanpun bayinya mau dibanding ibu yang harus bekerja keluar rumah. Ternyata ini juga bukan jaminan. Kegagalan memberikan ASI eksklusif ternyata tidak tergantung dari bekerja atau tidaknya sang ibu.

Suatu literatur menerangkan “tidak ada seorangpun ibu yang tidak bisa menyusui bayinya”. Saya setuju 100%, dan sangat meyakininya. Mungkin keyakinan itu yang membuat tekad saya semakin kuat. Seperti proses kehamilan, saya hanya mencoba rileks dan tidak mau menargetkan berapapun jumlah ASI yang saya keluarkan. Meski banyak teori yang menjelaskan tentang bagaimana tips-tips agar sukses dalam ASI eksklusif, saya hanya mampu menjalaninya 20% saja. Selebihnya hanya doa kepada Allah dan niat yang kuat demi kebahagiaan anak saya tercinta. Itu saja.


Ilustrasi/Admin (shutterstock)

Tulisan ini bukan sebagai ajang pamer diri. Sesuai fitrahnya, manusia pasti akan sangat takabur bila semuanya bisa dicapai hanya dengan mengandalkan kekuatan pikiran saja. Nyatanya, saya juga manusia biasa yang tak selalu sukses dalam segala hal. Semua yang kita lakukan tak akan pernah berarti apa-apa apabila semua tidak kita serahkan kepada yang Kuasa. Untuk itulah, kekuatan pikiran dengan bantuan Tuhan, adalah sedikit hikmah yang saya dapat dari perjalanan kehidupan yang luar biasa untuk menjadi seorang ibu.
Sarankan
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
previous previous
 
Home | Profile | Contact Us | Advertise | Join Us
Desain website dikutip.com
All Right Reserved - tawanita | Inspiring For Woman
CreavindoGroup 2010 - 2012 ©
Copyright © 2012 Creative Globalindo Group - All rights reserved