Tawanita - Dalam sebuah rumah tangga tentu memiliki banyak masalah. Salah satunya masalah hutang piutang, baik dengan bank atau rentenir. Nah, hutang biasanya dipicu dari pihak istri. Mereka terlilit hutang karena faktor gaya hidup. Uang belanja yang diberikan suami setiap bulan hanya cukup untuk menutupi kebutuhan rumah tangga. Sementara, tidak ada porsi yang tersisa untuk kebutuhan pribadinya.
Bisa juga terjadi, uang belanja dari suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Penyebabnya macam-macam. Misal, suami terlalu pelit. Meskipun penghasilannya besar, tetapi uang belanja yang diberikan kepada istri pas-pasan. Dana untuk kebutuhan rumah tangga yang lain, kebutuhan anak dan istri, dilupakan.
Kondisi inilah yang kerap memaksa istri untuk diam-diam berhutang untuk menutupi kebutuhan rumah tangga dan biaya hidupnya. Suami seakan tidak mau mengerti. Sekalipun ingin mencari tambahan penghasilan, tidak mudah bagi istri untuk melakukannya.
Tidak hanya masalah uang belanja pas-pasan. Ada juga istri yang memang bermasalah dengan keuangannya. Ia memang tidak bisa mengatur pengeluaran uang belanja yang sudah diberikan oleh suami setiap bulan. Padahal, si suami telah memberikan uang belanja lebih dari cukup untuk keperluan rumah tangga dan kebutuhan hidup anak-istrinya. Cukup untuk belanja kebutuhan dapur dan rumah tangga mulai uang jajan dan sekolah anak hingga keperluan istri untuk ke salon dan membeli alat-alat kecantikan.
Sayangnya, istri tetap merasa tidak cukup. Akibatnya, diam-diam dan tanpa sepengetahuan suami, ia berhutang kepada teman, saudara, bahkan rentenir. Ia berani membayar bunga yang tinggi dan cicilan yang gila-gilaan.
Rentenir, khususnya, memiliki cara untuk meminjamkan uangnya. Pola cicilan pun beragam, mulai dari harian hingga bulanan. Semua tergantung kesepakatan penghutang dengan rentenir. Inilah yang pada akhirnya membuat istri terlilit hutang kanan-kiri.
Ketidakjujuran dan ketakutan jika ketahuan membuat si istri gali lubang, tutup lubang. Pinjam sana, pinjam sini. Kanan-kiri, oke! Akhirnya, hutangnya pun semakin dalam karena bunga pinjaman sangat tingi hingga mencekik leher. Sementara penghasilannya tidak berubah sama sekali, hanya dari uang belanja yang diberikan suami setiap bulan.
Kalau sudah terlilit hutang seperti ini, yang semula ditutup-tutupi akan terbongkar oleh suami. Hutang yang semakin menumpuk membuat si istri tidak mampu membayar bunga pinjaman, apalagi pokoknya. Si rentenir pun berusaha mendatangi rumah, terutama ketika si suami sedang berada di rumah. Begitu terbongkar rahasia hutangnya, rumah tangga pun terpicu untuk ribut besar.
Kalau suaminya baik dan memiliki simpanan uang, hutang-hutang istri tentu akan dibayar suami tanpa banyak bicara. Tetapi, urusannya ternyata tidak sampai di sini. Si istri bisa jadi berulah lagi, kembali berhutang. Suami pun harus turun tangan, melunasi kembali hutang-hutang istrinya. Lama-lama, suami tentu akan merasa kewalahan dan stres dengan kelakuan istri yang tak kapok untuk berhutang lagi.
Ada beberapa suami yang bersedia melunasi hutang istri setelah mereka bertengkar. Namun, ujung-ujungnya, rumah tangga mereka berakhir dengan perceraian. Anak-anaklah yang menjadi korban.
Suami yang tidak mau melunasi hutang istri pun ada. Penyebabnya karena hutang istri sudah terlalu melampaui batas. Sekalipun harus menjual rumah dan mobil, hutang-hutang istri belum bisa dilunasi. Nah, istri pun harus masuk penjara karena tidak bisa melunasi hutangnya.
Apabila dalam rumah tangga muncul masalah hutang disebabkan ulah istri yang suka berhutang, cari tahu akar permasalahannya sesungguhnya dan bicarakan dengan baik. Apabila pemicunya suami terlalu pelit, berikan pengertian kepada suami tentang kebutuhan istri. Sehingga suami bisa memahami dan tidak pelit lagi kepada istri. Suami mau mencukupi kebutuhan istri dan tidak bersikap menang sendiri.
Apabila pemicu hutang rumah tangga karena faktor ekonomi yang pas-pasan, istri sebaiknya memahami kondisi ekonomi suami di dalam rumah tangga. Jangan tergiur dengan gaya hidup teman-teman di sekitar kita. Buang ke laut rasa gengsi jika memang tidak mampu mengikuti gaya hidup teman-teman. Jangan memaksakan diri hanya karena ingin dilihat seperti mereka yang akhirnya malah berhutang kanan-kiri.
Nasib Debitur di Belanda
Masalah hutang bisa terjadi dimana-mana. Di Belanda pun banyak orang yang bermasalah dengan hutang lalu bercerai. Tetapi, tidak ada rentenir di Belanda. Mereka kebanyakan berhutang kepada bank atau berhutang barang kreditan. Karena tanpa perhitungan, mereka terjerat hutang dan tidak sanggup membayar cicilannya.
Mereka yang tidak sanggup membayar hutangnya akan dibantu oleh bank pemerintah. Bank yang akan mengambil alih dan mengatasi masalah hutangnya agar mereka melunasinya, tanpa membuat si penghutang susah dan bangkrut. Kalaupun ada yang bangkrut karena mereka tidak mengikuti aturan dan saran yang diberikan oleh pihak bank.
Pihan bank juga mengajari para debitur cara mengelola uang agar tidak terjerat hutang lagi. Jadi, semacam terapi gitu, deh. Selama hutang-hutang belum terlunasi, BKR (Bureau Kredit Registratie) sudah memasukkan nama mereka yang belum bebas dari hutang ke dalam daftar hitamnya. Tidak ada yang akan memberi mereka pinjaman karena semua warga Belanda yang memiliki hutang terdaftar dalam BKR.
Memulihkan nama di BKR membutuhkan waktu yang sangat lama. Sampai hutang-hutang benar-benar lunas, barulah nama penghutang bisa bersih kembali tetapi harus menunggu selama lima tahun. Setelah itu, mereka baru bisa berhutang lagi. Itu juga kalau m au dan tidak kapok, lho!
Bisa juga terjadi, uang belanja dari suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Penyebabnya macam-macam. Misal, suami terlalu pelit. Meskipun penghasilannya besar, tetapi uang belanja yang diberikan kepada istri pas-pasan. Dana untuk kebutuhan rumah tangga yang lain, kebutuhan anak dan istri, dilupakan.
Kondisi inilah yang kerap memaksa istri untuk diam-diam berhutang untuk menutupi kebutuhan rumah tangga dan biaya hidupnya. Suami seakan tidak mau mengerti. Sekalipun ingin mencari tambahan penghasilan, tidak mudah bagi istri untuk melakukannya.
Tidak hanya masalah uang belanja pas-pasan. Ada juga istri yang memang bermasalah dengan keuangannya. Ia memang tidak bisa mengatur pengeluaran uang belanja yang sudah diberikan oleh suami setiap bulan. Padahal, si suami telah memberikan uang belanja lebih dari cukup untuk keperluan rumah tangga dan kebutuhan hidup anak-istrinya. Cukup untuk belanja kebutuhan dapur dan rumah tangga mulai uang jajan dan sekolah anak hingga keperluan istri untuk ke salon dan membeli alat-alat kecantikan.
Sayangnya, istri tetap merasa tidak cukup. Akibatnya, diam-diam dan tanpa sepengetahuan suami, ia berhutang kepada teman, saudara, bahkan rentenir. Ia berani membayar bunga yang tinggi dan cicilan yang gila-gilaan.
Rentenir, khususnya, memiliki cara untuk meminjamkan uangnya. Pola cicilan pun beragam, mulai dari harian hingga bulanan. Semua tergantung kesepakatan penghutang dengan rentenir. Inilah yang pada akhirnya membuat istri terlilit hutang kanan-kiri.
Ketidakjujuran dan ketakutan jika ketahuan membuat si istri gali lubang, tutup lubang. Pinjam sana, pinjam sini. Kanan-kiri, oke! Akhirnya, hutangnya pun semakin dalam karena bunga pinjaman sangat tingi hingga mencekik leher. Sementara penghasilannya tidak berubah sama sekali, hanya dari uang belanja yang diberikan suami setiap bulan.
Kalau sudah terlilit hutang seperti ini, yang semula ditutup-tutupi akan terbongkar oleh suami. Hutang yang semakin menumpuk membuat si istri tidak mampu membayar bunga pinjaman, apalagi pokoknya. Si rentenir pun berusaha mendatangi rumah, terutama ketika si suami sedang berada di rumah. Begitu terbongkar rahasia hutangnya, rumah tangga pun terpicu untuk ribut besar.
Kalau suaminya baik dan memiliki simpanan uang, hutang-hutang istri tentu akan dibayar suami tanpa banyak bicara. Tetapi, urusannya ternyata tidak sampai di sini. Si istri bisa jadi berulah lagi, kembali berhutang. Suami pun harus turun tangan, melunasi kembali hutang-hutang istrinya. Lama-lama, suami tentu akan merasa kewalahan dan stres dengan kelakuan istri yang tak kapok untuk berhutang lagi.
Ada beberapa suami yang bersedia melunasi hutang istri setelah mereka bertengkar. Namun, ujung-ujungnya, rumah tangga mereka berakhir dengan perceraian. Anak-anaklah yang menjadi korban.
Suami yang tidak mau melunasi hutang istri pun ada. Penyebabnya karena hutang istri sudah terlalu melampaui batas. Sekalipun harus menjual rumah dan mobil, hutang-hutang istri belum bisa dilunasi. Nah, istri pun harus masuk penjara karena tidak bisa melunasi hutangnya.
Apabila dalam rumah tangga muncul masalah hutang disebabkan ulah istri yang suka berhutang, cari tahu akar permasalahannya sesungguhnya dan bicarakan dengan baik. Apabila pemicunya suami terlalu pelit, berikan pengertian kepada suami tentang kebutuhan istri. Sehingga suami bisa memahami dan tidak pelit lagi kepada istri. Suami mau mencukupi kebutuhan istri dan tidak bersikap menang sendiri.
Apabila pemicu hutang rumah tangga karena faktor ekonomi yang pas-pasan, istri sebaiknya memahami kondisi ekonomi suami di dalam rumah tangga. Jangan tergiur dengan gaya hidup teman-teman di sekitar kita. Buang ke laut rasa gengsi jika memang tidak mampu mengikuti gaya hidup teman-teman. Jangan memaksakan diri hanya karena ingin dilihat seperti mereka yang akhirnya malah berhutang kanan-kiri.
Nasib Debitur di Belanda
Masalah hutang bisa terjadi dimana-mana. Di Belanda pun banyak orang yang bermasalah dengan hutang lalu bercerai. Tetapi, tidak ada rentenir di Belanda. Mereka kebanyakan berhutang kepada bank atau berhutang barang kreditan. Karena tanpa perhitungan, mereka terjerat hutang dan tidak sanggup membayar cicilannya.
Mereka yang tidak sanggup membayar hutangnya akan dibantu oleh bank pemerintah. Bank yang akan mengambil alih dan mengatasi masalah hutangnya agar mereka melunasinya, tanpa membuat si penghutang susah dan bangkrut. Kalaupun ada yang bangkrut karena mereka tidak mengikuti aturan dan saran yang diberikan oleh pihak bank.
Pihan bank juga mengajari para debitur cara mengelola uang agar tidak terjerat hutang lagi. Jadi, semacam terapi gitu, deh. Selama hutang-hutang belum terlunasi, BKR (Bureau Kredit Registratie) sudah memasukkan nama mereka yang belum bebas dari hutang ke dalam daftar hitamnya. Tidak ada yang akan memberi mereka pinjaman karena semua warga Belanda yang memiliki hutang terdaftar dalam BKR.
Memulihkan nama di BKR membutuhkan waktu yang sangat lama. Sampai hutang-hutang benar-benar lunas, barulah nama penghutang bisa bersih kembali tetapi harus menunggu selama lima tahun. Setelah itu, mereka baru bisa berhutang lagi. Itu juga kalau m au dan tidak kapok, lho!