Tawanita - Setiap kali tubuh mendapat sentuhan, otak akan bereaksi. Walaupun sentuhan itu dilakukan orang yang sama, setiap sentuhan ternyata rasanya berbeda.
Kesimpulan ini didapatkan dari percobaan yang dilakukan terhadap 18 pria normal. Percobaan ini menunjukkan bahwa otak bereaksi secara berbeda meskipun sentuhannya berasal dari orang atau benda yang sama tergantung pada konteksnya, tak peduli apakah pria-pria ini mengira sentuhan itu berasal dari wanita atau pria yang membelainya.
"Tampaknya, sensasi sentuhan yang kita rasakan disusupi dengan aspek emosional, bahkan pada tahapan yang sangat primer sehingga bagaimana kita menilai sentuhan yang kita terima mempengaruhi cara otak memproses sentuhan itu dengan cara-cara yang tak pernah kita sangka sebelumnya," ujar peneliti Michael Spezio, asisten profesor psikologi di Scripps College, Claremont, Calif seperti dikutip dari HealthDay, Selasa, (5/6/2012).
Studi ini memang dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana otak memproses aspek emosional dari sentuhan interpersonal.
Peneliti ingin tahu apakah hal ini terjadi pada bagian dari otak yang pada dasarnya berfungsi mengelola sentuhan (primary somatosensory cortex) atau area otak lainnya.
Untuk mencari tahu jawabannya, peneliti memindai otak 18 pria berusia antara 21-31 tahun dengan fMRI dan meminta seorang wanita memberikan sentuhan sensual pada seluruh kaki partisipan.
Pada beberapa kasus, partisipan mengira sentuhan itu berasal dari seorang pria yang membelai kakinya. Selain itu, para partisipan diminta membayangkan seseorang, baik pria atau wanita. Untuk membantu melengkapi ilusi tersebut, partisipan menonton video yang telah disinkronisasi untuk memberikan petunjuk jenis kelamin orang yang membelai partisipan.
Kemudian partisipan mengungkapkan bahwa belaian dari seorang pria tak semenyenangkan belaian seorang wanita. Pemantauan terhadap kondisi kulit partisipan juga menunjukkan bahwa sentuhan dari pria merangsang tingkat emosi partisipan.
Peneliti juga menemukan bahwa primary somatosensory cortex tidaklah seobjektif yang dikira ilmuwan selama ini.
Christian Keysers, seorang profesor yang mempelajari otak di University Medical Center Groningen, Belanda, melihatnya dengan cara yang berbeda dan mengatakan bahwa temuan ini masuk akal.
"Jika kita sepakat dengan gagasan bahwa otak kita tak mewakili dunia di sekitar kita secara objektif, namun untuk membuat kita berkembang dan bereproduksi".
Melalui perspektif tersebut, menurutnya, sentuhan itu "merupakan semacam foreplay (pemanasan) dari sebuah hubungan seksual yang peranannya sangat penting, bukannya objektivitas."
Kesimpulan ini didapatkan dari percobaan yang dilakukan terhadap 18 pria normal. Percobaan ini menunjukkan bahwa otak bereaksi secara berbeda meskipun sentuhannya berasal dari orang atau benda yang sama tergantung pada konteksnya, tak peduli apakah pria-pria ini mengira sentuhan itu berasal dari wanita atau pria yang membelainya.
"Tampaknya, sensasi sentuhan yang kita rasakan disusupi dengan aspek emosional, bahkan pada tahapan yang sangat primer sehingga bagaimana kita menilai sentuhan yang kita terima mempengaruhi cara otak memproses sentuhan itu dengan cara-cara yang tak pernah kita sangka sebelumnya," ujar peneliti Michael Spezio, asisten profesor psikologi di Scripps College, Claremont, Calif seperti dikutip dari HealthDay, Selasa, (5/6/2012).
Studi ini memang dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana otak memproses aspek emosional dari sentuhan interpersonal.
Peneliti ingin tahu apakah hal ini terjadi pada bagian dari otak yang pada dasarnya berfungsi mengelola sentuhan (primary somatosensory cortex) atau area otak lainnya.
Untuk mencari tahu jawabannya, peneliti memindai otak 18 pria berusia antara 21-31 tahun dengan fMRI dan meminta seorang wanita memberikan sentuhan sensual pada seluruh kaki partisipan.
Pada beberapa kasus, partisipan mengira sentuhan itu berasal dari seorang pria yang membelai kakinya. Selain itu, para partisipan diminta membayangkan seseorang, baik pria atau wanita. Untuk membantu melengkapi ilusi tersebut, partisipan menonton video yang telah disinkronisasi untuk memberikan petunjuk jenis kelamin orang yang membelai partisipan.
Kemudian partisipan mengungkapkan bahwa belaian dari seorang pria tak semenyenangkan belaian seorang wanita. Pemantauan terhadap kondisi kulit partisipan juga menunjukkan bahwa sentuhan dari pria merangsang tingkat emosi partisipan.
Peneliti juga menemukan bahwa primary somatosensory cortex tidaklah seobjektif yang dikira ilmuwan selama ini.
Christian Keysers, seorang profesor yang mempelajari otak di University Medical Center Groningen, Belanda, melihatnya dengan cara yang berbeda dan mengatakan bahwa temuan ini masuk akal.
"Jika kita sepakat dengan gagasan bahwa otak kita tak mewakili dunia di sekitar kita secara objektif, namun untuk membuat kita berkembang dan bereproduksi".
Melalui perspektif tersebut, menurutnya, sentuhan itu "merupakan semacam foreplay (pemanasan) dari sebuah hubungan seksual yang peranannya sangat penting, bukannya objektivitas."