Tawanita - Suatu kali ketika saya membantu pacar saya mencuci piring, saya tidak sengaja memecahkan gelas pacar saya. Saya kaget dan langsung membersihkan puing-puing dari gelas tersebut.
Kemudian, pacar saya datang karena mendengar suara lantang dari gelas pecah tersebut, langsung bertanya "Apa yang terjadi?"
Dengan sedikit merasa bersalah, saya jawab "gelasmu pecah".
Diapun diam sejenak, dan sambil merubah ekspresi, saya bisa melihat bahwa kemarahanpun mulai melingkupinya. Karena takut, saya langsung bilang "Sorry".
Dia bilang "ini bukan pertama kalinya kamu memecahkan barang saya" (Karena kecerobohan saya, saya pernah memecahkan barang lain)
Saya mencoba melawan dengan argumen "Kamu yang suruh saya bantu cuci piring, sudah tahu saya ceroboh yah kemungkinan barangmu pecah lagi itu besar" Dengan kaget dia menjawab "Iya, jangan begitu dong, sudah tahu kamu ceroboh yah hati-hati makanya."
Masih merasa geram, dia menambahkan "ganti pokoknya, saya tidak mau tahu."
Saya pun mulai naik pitam, dan berkata "saya tidak melakukannya dengan sengaja, mengapa kamu seperti ini?"
Tidak menerima argumen saya, dia membalas "kamu kenapa seperti ini? sudah tahu memecahkan gelas saya, dan minta maaf karena hanya melihat ekspresi saya berubah. Itu namanya maaf bukan berasal dari hati."
Saya kaget, dari mana pacar saya bisa tahu itu? Ternyata wanita memang memiliki perasaan yang sangat peka, tetapi saya masih dengan emosi tidak bisa menerima dan berkata "kan yang penting saya sudah minta maaf, oke saya akan membelikan kamu gelas yang baru juga, jadi kita tidak perlu berdebat lagi."
Dan argumen dari dia yang membukakan pikiran saya dan juga menjadi alasan saya menulis blog ini, dia bilang "Coba kalau kamu tidak sengaja menginjak kaki orang, sadar tidak sadar pasti kamu langsung bilang sorry kepada orang tersebut. Tetapi denganku, kamu harus melihat ekspresiku berubah dulu baru bilang minta maaf."
Saya menjawab "Kan berbeda, itu orang aku gak kenal, tapi kamu uda lama aku kenal, dan kamu juga kenal aku, harusnya ngerti dong."
Setelah beberapa argumen, saya akhirnya sadar dan karena emosi juga telah turun, saya minta maaf lagi dan mengajak dia membeli gelas yang baru. Dan semuanya baik-baik saja.
Jadi, yang saya mau bagikan di post ini adalah terkadang dalam berhubungan, kita suka menganggap seharusnya pasangan kita tahu dan mengerti sehingga kita tidak harus mengucapkan maaf, sayang, terima kasih, ataupun pujian.
Kita dari kecil sudah diajarkan, jika tidak sengaja menginjak kaki orang lain, kita akan membuatnya merasa sakit dan sudah sepantasnya mengucapkan maaf. Jika orang lain melakukan kebaikan kepada kita, kita harus mengucapkan terima kasih sebagai bentuk penghargaan, dsb.
Dan kalau begitu, kenapa ketika kita dekat dengan pasangan, kita cenderung menghilangkan semua itu?
Alasan yang saya sering terima adalah serasa terlalu "formal", membuat jarak kita dan pasangan agak menjauh, seharusnya sudah saling mengerti, dsb.
Perasaan terlalu "formal" itu memang terkadang terasa tidak enak dalam berhubungan, tetapi jika melihat dampak karena ketidak"formal"an kita yang dapat memicu perdebatan, saya rasa "formal" masih tetap menjadi pilihan lebih baik. Yang ideal tentunya adalah memilah-milah di situasi mana kita harus mengatakan sesuatu yang layak dan baik untuk hubungan kita serta bagaimana kita mengatakannya.
Jarak terasa menjauh itu sebenarnya hanya perasaan kita karena kita telah terbiasa mengabaikan untuk mengucapkan kata-kata baik itu ke pasangan kita, sehingga terasa aneh untuk pertama kali dicoba. Tetapi jika semakin sering dicoba, semakin biasa pun itu akan tumbuh dalam hubungan Anda.
Terakhir, seharusnya sudah saling mengerti, sudah terbukti seperti cerita saya dan pacar saya bahwa kita tidak begitu saling mengerti (Tentunya level pengertiannya akan berbeda dengan pasangan yang telah menikah puluhan tahun). Tetapi tetap kita ini berbeda, setiap individu itu unik dan memiliki cara pandang yang berbeda pula. Mungkin memang banyak persamaan yang Anda dan pasangan miliki tetapi tidak berarti Anda telah mengerti dia (ataupun sebaliknya) 100%. Jadi lebih baik kita mencegah timbulnya masalah dengan tetap memegang ke "formal" an kita dan selagi melakukan itu, berikan pengertian tentang kita kepada pasangan kita.
Sekarang Giliran Anda
Apakah Anda pernah mengalami masalah yang sama seperti saya? Dan bagaimana Anda menyikapinya? Apakah dengan melakukan peng"formal"an dalam hubungan Anda, masalah tersebut dapat dihindari atau diselesaikan?
Kirimkan jawaban-jawaban baik Anda di kolom komentar di bawah ini.INGAT!
Kemudian, pacar saya datang karena mendengar suara lantang dari gelas pecah tersebut, langsung bertanya "Apa yang terjadi?"
Dengan sedikit merasa bersalah, saya jawab "gelasmu pecah".
Diapun diam sejenak, dan sambil merubah ekspresi, saya bisa melihat bahwa kemarahanpun mulai melingkupinya. Karena takut, saya langsung bilang "Sorry".
Dia bilang "ini bukan pertama kalinya kamu memecahkan barang saya" (Karena kecerobohan saya, saya pernah memecahkan barang lain)
Saya mencoba melawan dengan argumen "Kamu yang suruh saya bantu cuci piring, sudah tahu saya ceroboh yah kemungkinan barangmu pecah lagi itu besar" Dengan kaget dia menjawab "Iya, jangan begitu dong, sudah tahu kamu ceroboh yah hati-hati makanya."
Masih merasa geram, dia menambahkan "ganti pokoknya, saya tidak mau tahu."
Saya pun mulai naik pitam, dan berkata "saya tidak melakukannya dengan sengaja, mengapa kamu seperti ini?"
Tidak menerima argumen saya, dia membalas "kamu kenapa seperti ini? sudah tahu memecahkan gelas saya, dan minta maaf karena hanya melihat ekspresi saya berubah. Itu namanya maaf bukan berasal dari hati."
Saya kaget, dari mana pacar saya bisa tahu itu? Ternyata wanita memang memiliki perasaan yang sangat peka, tetapi saya masih dengan emosi tidak bisa menerima dan berkata "kan yang penting saya sudah minta maaf, oke saya akan membelikan kamu gelas yang baru juga, jadi kita tidak perlu berdebat lagi."
Dan argumen dari dia yang membukakan pikiran saya dan juga menjadi alasan saya menulis blog ini, dia bilang "Coba kalau kamu tidak sengaja menginjak kaki orang, sadar tidak sadar pasti kamu langsung bilang sorry kepada orang tersebut. Tetapi denganku, kamu harus melihat ekspresiku berubah dulu baru bilang minta maaf."
Saya menjawab "Kan berbeda, itu orang aku gak kenal, tapi kamu uda lama aku kenal, dan kamu juga kenal aku, harusnya ngerti dong."
Setelah beberapa argumen, saya akhirnya sadar dan karena emosi juga telah turun, saya minta maaf lagi dan mengajak dia membeli gelas yang baru. Dan semuanya baik-baik saja.
Jadi, yang saya mau bagikan di post ini adalah terkadang dalam berhubungan, kita suka menganggap seharusnya pasangan kita tahu dan mengerti sehingga kita tidak harus mengucapkan maaf, sayang, terima kasih, ataupun pujian.
Kita dari kecil sudah diajarkan, jika tidak sengaja menginjak kaki orang lain, kita akan membuatnya merasa sakit dan sudah sepantasnya mengucapkan maaf. Jika orang lain melakukan kebaikan kepada kita, kita harus mengucapkan terima kasih sebagai bentuk penghargaan, dsb.
Dan kalau begitu, kenapa ketika kita dekat dengan pasangan, kita cenderung menghilangkan semua itu?
Alasan yang saya sering terima adalah serasa terlalu "formal", membuat jarak kita dan pasangan agak menjauh, seharusnya sudah saling mengerti, dsb.
Perasaan terlalu "formal" itu memang terkadang terasa tidak enak dalam berhubungan, tetapi jika melihat dampak karena ketidak"formal"an kita yang dapat memicu perdebatan, saya rasa "formal" masih tetap menjadi pilihan lebih baik. Yang ideal tentunya adalah memilah-milah di situasi mana kita harus mengatakan sesuatu yang layak dan baik untuk hubungan kita serta bagaimana kita mengatakannya.
Jarak terasa menjauh itu sebenarnya hanya perasaan kita karena kita telah terbiasa mengabaikan untuk mengucapkan kata-kata baik itu ke pasangan kita, sehingga terasa aneh untuk pertama kali dicoba. Tetapi jika semakin sering dicoba, semakin biasa pun itu akan tumbuh dalam hubungan Anda.
Terakhir, seharusnya sudah saling mengerti, sudah terbukti seperti cerita saya dan pacar saya bahwa kita tidak begitu saling mengerti (Tentunya level pengertiannya akan berbeda dengan pasangan yang telah menikah puluhan tahun). Tetapi tetap kita ini berbeda, setiap individu itu unik dan memiliki cara pandang yang berbeda pula. Mungkin memang banyak persamaan yang Anda dan pasangan miliki tetapi tidak berarti Anda telah mengerti dia (ataupun sebaliknya) 100%. Jadi lebih baik kita mencegah timbulnya masalah dengan tetap memegang ke "formal" an kita dan selagi melakukan itu, berikan pengertian tentang kita kepada pasangan kita.
Sekarang Giliran Anda
Apakah Anda pernah mengalami masalah yang sama seperti saya? Dan bagaimana Anda menyikapinya? Apakah dengan melakukan peng"formal"an dalam hubungan Anda, masalah tersebut dapat dihindari atau diselesaikan?
Kirimkan jawaban-jawaban baik Anda di kolom komentar di bawah ini.INGAT!