Tawanita - Tangga merupakan salah satu komponen penting dalam rumah bertingkat yang memiliki beberapa lantai. Sebagian orang percaya, jumlah anak tangga bisa membawa keberuntungan atau bahkan nasib sial.
Menurut Pakar Fengsui Mauro Rahardjo, hitungan anak tangga dalam ilmu fengsui sebenarnya merupakan saduran dari kebudayaan Hindu India, yang juga diadopsi di Bali. Dalam kepercayaan Hindu, anak tangga selalu dihitung dalam kelipatan tiga, yang melambangkan tiga dewa trimurti: Brahma, Wisnu, dan Siwa. Brahma merepresentasikan kelahiran, Wisnu mewakili kehidupan, dan Siwa melambangkan kematian. Aturan ini diadopsi dan disempurnakan oleh budaya China, dan menjadikannya kelipatan lima, yang melambangkan kelahiran, dewasa, tua, kematian, dan kesengsaraan (masa penantian sebelum reinkarnasi).
Selain merepresentasikan tingkatan (fase) kehidupan, Mauro menambahkan, tangga juga melambangkan kewaspadaan. "Tidak heran jika di Bali, orang yang melangkah di anak tangga biasanya menghitung dalam kelipatan tiga (lahir, hidup, mati); sementara orang China menghitung dalam kelipatan lima (lahir, dewasa, tua, mati, dan sengsara)," jelas pendiri Feng Shui School Indonesia ini.
Dalam ilmu fengsui, anak tangga yang baik, jika dibagi lima akan tersisa satu atau dua, atau melambangkan kelahiran dan kehidupan. Misalnya anak tangga dengan jumlah 11,12, 16, atau 17. Kalau terpaksa, bisa membuat anak tangga dengan sisa tiga (jumlah anak tangga 8, 13, atau 18). "Jika jumlah anak tangga memiliki sisa empat atau genap dibagi lima, maka diyakini sebagian orang, lantai di atas akan melambangkan kematian atau kesengsaraan," tutur Mauro.
Posisi Lebih Penting dari Jumlah
Menurut ilmu fengsui, kata Mauro, perhitungan jumlah anak tangga bukan merupakan hal yang prinsip. "Aturan mengenai anak tangga pun tidak terkait dengan distribusi energi atau chi, tetapi lebih terkait dengan sugesti atau kepercayaan," paparnya.
"Perlu diketahui, dalam fengsui ada dua hal, yakni prinsip dan aturan. Posisi prinsip lebih tinggi dan lebih mendasar daripada aturan," urai Mauro. "Pengaturan jumlah anak tangga bukan merupakan hal yang prinsip, tetapi hanya berupa aturan. Jadi kalau pun dilanggar, tidak terlalu jadi masalah."
Menurut Mauro, ada hal yang sifat lebih prinsip dari pada jumlah undakan, yakni posisi atau letak tangga di dalam sebuah rumah. "Jika posisi tangga menghadap pintu utama di bagian depan, maka energi chi tidak akan menyebar di ruangan, tetapi langsung naik ke atas melewati tangga. Hal ini jauh lebih buruk dari perhitungan anak tangga yang salah," katanya.
Jika jumlah anak tangga sudah terlanjur bersisa empat atau genap jika dibagi lima, tutur Mauro, selama posisinya sudah cocok, hal tersebut bisa dimaklumi. Namun jika ingin mengubah, ada beberapa cara penyelesaian. Pertama, anak tangga paling atas atau paling bawah—atau bisa keduanya—ditambah. Kedua, untuk tangga berbentuk "L" atau "U", bagian bordes bisa ditambah anak tangga.
Menurut Pakar Fengsui Mauro Rahardjo, hitungan anak tangga dalam ilmu fengsui sebenarnya merupakan saduran dari kebudayaan Hindu India, yang juga diadopsi di Bali. Dalam kepercayaan Hindu, anak tangga selalu dihitung dalam kelipatan tiga, yang melambangkan tiga dewa trimurti: Brahma, Wisnu, dan Siwa. Brahma merepresentasikan kelahiran, Wisnu mewakili kehidupan, dan Siwa melambangkan kematian. Aturan ini diadopsi dan disempurnakan oleh budaya China, dan menjadikannya kelipatan lima, yang melambangkan kelahiran, dewasa, tua, kematian, dan kesengsaraan (masa penantian sebelum reinkarnasi).
Selain merepresentasikan tingkatan (fase) kehidupan, Mauro menambahkan, tangga juga melambangkan kewaspadaan. "Tidak heran jika di Bali, orang yang melangkah di anak tangga biasanya menghitung dalam kelipatan tiga (lahir, hidup, mati); sementara orang China menghitung dalam kelipatan lima (lahir, dewasa, tua, mati, dan sengsara)," jelas pendiri Feng Shui School Indonesia ini.
Dalam ilmu fengsui, anak tangga yang baik, jika dibagi lima akan tersisa satu atau dua, atau melambangkan kelahiran dan kehidupan. Misalnya anak tangga dengan jumlah 11,12, 16, atau 17. Kalau terpaksa, bisa membuat anak tangga dengan sisa tiga (jumlah anak tangga 8, 13, atau 18). "Jika jumlah anak tangga memiliki sisa empat atau genap dibagi lima, maka diyakini sebagian orang, lantai di atas akan melambangkan kematian atau kesengsaraan," tutur Mauro.
Posisi Lebih Penting dari Jumlah
Menurut ilmu fengsui, kata Mauro, perhitungan jumlah anak tangga bukan merupakan hal yang prinsip. "Aturan mengenai anak tangga pun tidak terkait dengan distribusi energi atau chi, tetapi lebih terkait dengan sugesti atau kepercayaan," paparnya.
"Perlu diketahui, dalam fengsui ada dua hal, yakni prinsip dan aturan. Posisi prinsip lebih tinggi dan lebih mendasar daripada aturan," urai Mauro. "Pengaturan jumlah anak tangga bukan merupakan hal yang prinsip, tetapi hanya berupa aturan. Jadi kalau pun dilanggar, tidak terlalu jadi masalah."
Menurut Mauro, ada hal yang sifat lebih prinsip dari pada jumlah undakan, yakni posisi atau letak tangga di dalam sebuah rumah. "Jika posisi tangga menghadap pintu utama di bagian depan, maka energi chi tidak akan menyebar di ruangan, tetapi langsung naik ke atas melewati tangga. Hal ini jauh lebih buruk dari perhitungan anak tangga yang salah," katanya.
Jika jumlah anak tangga sudah terlanjur bersisa empat atau genap jika dibagi lima, tutur Mauro, selama posisinya sudah cocok, hal tersebut bisa dimaklumi. Namun jika ingin mengubah, ada beberapa cara penyelesaian. Pertama, anak tangga paling atas atau paling bawah—atau bisa keduanya—ditambah. Kedua, untuk tangga berbentuk "L" atau "U", bagian bordes bisa ditambah anak tangga.